Saya
tidak tahu apakah anda pernah menonton bokep. Maksud saya bukan film dengan
sejumlah adegan erotis, sebuah film seperti Last
Tango in Paris, misalnya, bahkan meskipun itu, saya sadar, menjijikkan bagi
banyak orang. Bukan, maksud saya adalah betul-betul film jorok, yang tujuan
utama dan sebenarnya ialah merangsang gairah pemirsanya, dari awal hingga
akhir, dan dengan begitu, ketika gairah terangsang oleh adegan-adegan beraneka
macam persetubuhan, plotnya tak lagi diperhitungkan.
Hakim
sering kali perlu memutuskan apakah suatu film murni pornografi atau ia
memiliki nilai artistik. Saya bukan salah satu dari mereka yang bersikeras
nilai artistik membebaskan segalanya; terkadang karya seni murni membahayakan
kepercayaan, pandangan mutakhir, ketimbang karya-karya biasa. Namun, saya
percaya bahwa menyetujui orang dewasa berhak mengonsumsi pornografi, setidaknya
untuk hasrat pada kebaikan apa pun. Meskipun, saya paham, alasan pengadilan
mesti memutuskan apakah sebuah film diproduksi dengan tujuan mengekspresikan
sejumlah konsep-konsep ide estetik (bahkan melalui adegan-adegan yang
menyinggung pandangan moral umum), atau ia dibuat dengan tujuan utama menggugah
naluri pemirsa.
Nah,
ada kriteria untuk memutuskan apakah suatu film merupakan pornografi atau
tidak, dan ini berdasarkan perhitungan waktu mubazir. Sebuah mahakarya film
universal yang apik, Stagecoach,
berlatar semata-mata dan seluruhnya (kecuali pada bagian awal, sejumlah jeda
singkat, dan bagian akhir) di sebuah kereta pos. Namun, tanpa perjalanan ini
film itu tak akan berarti apa pun. L’avventura-nya
Antonioni semata-mata tercipta dari waktu mubazir: orang-orang datang dan
pergi, mengobrol, menghilang dan ditemukan, tanpa terjadi apa pun. Waktu mubazir
ini mungkin menyenangkan atau tidak, tetapi justru itulah sebagaimana mestinya
sebuah film.
Bokep,
sebaliknya, untuk meneguhkan harga tiket atau pembelian kaset, memberi tahu
kita bahwa sejumlah orang berpasangan secara seksuil, pria dengan wanita, pria
dengan pria, wanita dengan wanita, wanita dengan anjing atau kuda jantan (Saya
barangkali menunjukkan tidak adanya bokep yang seorang pria berpasangan dengan
kuda dan anjing betina: kenapa tidak?). Dan ini akan tetap baik-baik saja:
tetapi ia penuh oleh waktu mubazir.
Jika
Gilbert, demi menggarap Gilbertina, mesti bertolak dari Lincoln Center ke
Sheridan Square, film itu mempertontonkan kepada anda seorang Gilbert, di dalam
mobilnya, sepanjang perjalanan, lampu lalin demi lampu lalin.
Bokep
penuh oleh orang-orang yang mengendarai mobil dan menyetir bermil-mil, pasangan
yang berlarat-larat registrasi di resepsionis hotel, pria yang berlama-lama di elevator sebelum
mencapai kamar mereka, gadis-gadis yang menyesap bermacam minuman dan yang
terus-menerus memainkan renda dan blus sebelum saling mengakui mereka lebih
memilih Sappho ketimbang Don Juan. Sederhananya, secara kasar, di dalam bokep,
sebelum anda dapat menyaksikan persetubuhan yang aduhai anda mesti dihadapkan
dengan dokumenter yang bisa saja disponsori oleh biro lalu lintas.
Ada
alasan yang jelas. Sebuah film di mana Gilbert tak melakukan apa pun kecuali
menggarap Gilbertina, dari depan, belakang, dan samping, tak akan bisa ditoleransi.
Secara fisik, bagi para aktor, dan secara ekonomi, bagi produser. Dan itu juga
tak bisa ditoleransi, secara psikologis, bagi pemirsanya: demi bekerjanya asusila,
ia mesti dikontraskan dengan latar kewajaran. Penggambaran kewajaran ialah
salah satu hal tersulit bagi aktor siapa pun—sedangkan mencitrakan
penyimpangan, kejahatan, perkosaan, penganiayaan, amatlah mudah.
Oleh
sebab itu bokep mesti menyajikan kewajaran—perlu sekali jika bertujuan menarik
perhatian—sebagaimana tiap pemirsa membayangkannya. Maka, jika Gilbert mesti
naik bus dan bertolak dari A ke B, kita akan menyaksikan Gilbert menumpang bus
dan kemudian bus meneruskan dari A ke B.
Ini
kerap membuat pemirsa kesal, sebab mereka pikir mereka menghendaki lanjutan
adegan tak terkatakan itu. Namun, inilah ilusi di sisi mereka. Mereka tak tahan
oleh sejam penuh plus setengah jam adegan tak terkatakan. Jadi
cuplikan-cuplikan dari waktu mubazir memang penting.
Saya
ulangi. Pergilah ke bioskop. Jika, demi menghampiri dari A ke B, tokoh-tokohnya
memerlukan waktu lebih lama ketimbang yang anda harapkan, maka film yang anda
tonton adalah pornografi. []
(Esai
ringkas ini diterjemahkan oleh Umar Qadafi dari judul “How to recognize a porn
movie” dalam How to Travel with a Salmon
& Other Essays terbitan 1995.)
 |
Sekali-dua menulis dan menerjemahkan; yang terakhir paling kerap. |